Aku adalah aktifis muda,
umurku 16 tahun dan masih duduk di kelas 2 SMA di salah satu SMA faforit di
Jakarta. Sejak kecil aku diajari tentang keagaman, bahkan setiap hari aku
mengikuti pengajian bersama teman-teman sekitar rumahku. Aku senang
mempelajarinya, aku senang ketika aku selalu dipilih untuk membacakan beberapa
ayat suci Al-Qur'an. Sejak aku kelas 3 SD aku tak pernah bolos mengaji kecuali
jika aku sedang sakit. Aku senang mengetahui perjuangan-perjuangan para Pejuang
Islam di jaman Nabi, aku juga senang ketika setiap minggu ada pembelajaran
tentang tajwid. Dulu pengetauanku tentang Agama Islam sungguh banyak, hingga
aku tak bisa menghitung sudah berapa banyak ilmu yang berada di otakku. Aku
sangat senang ketika aku dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan guru agama
disekolahku, aku juga bisa menghafal surat-surat pendek setiap harinya hingga
aku terbiasa membacanya ketika shalat 5 waktu. Tapi kini apa yang terjadi
padaku? aku berubah, aku tak seperti dulu, aku bukanlah lagi gadis cilik yang
solehah, yang tak pernah meninggalkan mengaji bersama teman-temannya. Sejak
guru mengajiku meninggal karna penyakit kanker yang dideritanya, aku pun
berhenti untuk mengaji, kira-kira ketika aku menginjak kelas 1 SMP. Dan aku
menjalani hidup dengan lebih santai, aku tak mempunyai kegiatan lagi, aku
adalah siswa OTB (Orang Tak Berorganisasi) Sejak kepergian guru mengajiku
akupun kehilagan semangatku, semangat mengetahui lebih dalam tentang islam,
semangat mempelajari tajwid, semangat dalam membacakan ayat suci Al-Qur'an,
bahkan semangat melaksanakan shalat 5 waktu. Ibu, Ayah, Adik, Kakak,
Teman-temanku pun melihat perbedaan itu. Keluargaku heran setiap bertemu
denganku. Aku yang tadinya adalah gadis periang sekarang lebih menyukai diam.
Kini aku bicara sesuai keperluaku saja, bahkan jika ada seorang teman
menyapaku, aku lebih suka menjawabnya dengan senyuman. Cukup, jangan tanyakan
mengapa aku menjadi seperti ini ! Kumohon, aku tak bisa menjawabnya ! Aku tak
tahu jawabanya ! Yang aku tahu, aku hanya ingin sendiri. Hingga suatu pagi
ibuku membangunkanku dengan kecupan di dahiku, lalu berkata dengan lembut,
"Teteh, bangun teh.. Siang, shalat subuh dulu sayang,"
"Ini kan masih jam setengah 5 pagi bu, nanti saja. Lagian jarak dari
rumah kesekolah kan dekat tinggal nyebrang jalan raya doang,
jadi berangkat jam 7 kurang 5 menit pun tak
apa, nanti saja jika sudah pukul setengah 6 aku akan bangun." jawabku
dengan nada malas. Seperti itulah kebiasaanku menjawab setiap kali ibu membangunkanku
di waktu subuh. Sejak perubahan yang aku alami, keluargaku tak berbuat apa-apa,
mereka tak bertanya apa yang menyebabkanku menjadi seperti ini, mmereka hanya
diam melihat aneh terhadapku. Dulu aku selalu bangun sebelum adzan subuh
berkumandang, dan aku selalu membantu ibuku memasak, membersihkan halaman
rumah, atau membereskan yang harus dibereskan. Ibu sangat menyayangiku, ia
selalu mengecup dahiku ketika hendak membangunkanku dari tidurku. Aku juga
menyayanginya, aku selalu bergegas jika ia menyuruhku, aku tak pernah
membantahnya. Tapi apa yang aku lakukan kini? aku tak lagi bergegas bangun
ketika ia mengecup dahi dan membangunkanku dengan lembut, aku berani menjawab
bahkan membantahnya.
Aku benar-benar telah berubah.
3 tahun kulalui dengan keadaan seperti ini, aku tak punya teman dekat seperti
yang lainnya, aku tak punya kekasih hati seperti teman-teman perempuanku yang
lain, bahkan aku tak pernah memperhatikan penampilanku, aku seperti orang tak
terurus. Aku adalah juara kelas setiap tahunnya, 3 tahun ini aku telah
memperoleh bayak piala hasil olimpiade-olimpiade yang aku ikuti. Tapi aku tak
seperti mereka yang senang dengan piala-piala dan juara-juara yang diikuti. Aku
merasa biasa saja, keluarga dan teman-temanku bangga padaku, tapi aku tak
merasa bahagia dengan semua ini, aku tak tau mengapa. Dan setelah 3 tahun aku
berada dan berhasil membawa nama baik sekolah atas berbagai juara yang kuraih,
akhirnya harus kutinggalkan dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu
ke Sekolah Menengah Atas (SMA) ternama di Jakarta. Setelah melewati masa-masa
ospek, aku ditempatkan dikelas X A yang bertempat di ujung dekat wc sekolah. Sekolahku
yang baru ini memang sangat besar, dan aku harus berjalan cukup jauh menuju
kelasku itu. Seperti biasanya, orang-orang sibuk memperkenalkan diri satu
dengan lainnya, tapi aku tidak. Aku lebih memilih diam dikursiku yang terletak
di pojok kelas sambil membaca novel, yah memang ini yang biasa aku lakukan
ketika waktu senggang. Tak ku sadari ternyata ada seorang teman baruku yang
sedari tadi duduk didepanku sambil memperhatikanku, sontak aku kaget ketika aku
telah selesai membaca novel dan menutupnya. "Udah selesai baca
novelnya?" tanyanya yang membuatku seperti jatuh dari lantai 3
"Daritadi diem mulu baca novel, asik ya novelnya?" tanyanya lagi.
Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaannya.
"Kamu bisu?" tanyanya kembali yang membuatku merasa marah.
"Tidak" jawabku dengan lembut.
"Daritadi kuperhatikan kamu diam saja, lihat deh mereka, mereka sedang
asik berkenalan satu sama lain, tapi kamu hanya diam"
"Oh, aku juga tahu, tapi aku lebih suka menyendiri"
"Kenapa? lagi ada masalah yah? cerita aja sama aku, siapa tau aku bisa
bantu" ujarnya dengan sangat lembut.
"Maaf, tapi aku tak suka ada yang banyak nanya. Sudah kubilang kan kalo
aku lebih suka menyendiri, apa kau tak mengerti bahasa manusia?!". Aku
menyentak dan pergi meninggalkannya.
Seketika itu pula suasana kelas
menjadi hening karna melihatku yang tiba-tiba marah hingga memukul meja. Aku
sudah tak peduli dengan puluhan pasang mata yang melihatku dengan tatapan aneh.
Aku pergi menuju perpustakaan, aku tahu bahwa perpustakaan disekolah ini adalah
tempat yang sangat dihidari para siswa yang bersekolah disini, karena mereka
tak suka membaca. Mereka lebih suka nongkrong di kantin sambil menggosip atau
untuk sekedar mencari perhatian kepada cowo-cowo ganteng atau cewe-cewe cantik.
Aku suka perpustakaan karena selain nyaman juga tidak berisik seperti keadaan
di kelas, atau kantin. Seketika, ketika aku membaca buku yang aku ambil dari
tumpukan buku sastra, aku teringat seseorang, yah seseorang, pria itu entah
siapa namanya yang tadi sudah kubentak.
"Apa aku tadi keterlaluan ya?
Mungkin niat pria itu baik, ia hanya ingin berkenalan dan mungkin
menghkawatirkanku karna aku diam saja. Tapi aku malah memarahinya? jahat banget
ya aku? Aku harus meminta maaf padanya, tapi apa dia mau memaafkanku?"
bingungku dalam hati.
Bel berbunyi yang menandakan bahwa waktu istirahat
telah habis. Aku bergegas pergi menuju kelasku dengan masih memikirkan apa yang
harus aku lakukan nanti terhadap pria itu?. Setibanya dikelas, aku melihat
seluruh penghuni kelas itu melihatku dengan tatapan aneh, aku tak menghiraukan
mereka, pandanganku tertuju pada bangku pria yang tadi telah kubentak, ketika
kulihat ia tersenyum kepadaku. "Hah? dia senyum? padahalkan tadi dia
udah aku bentak?" gumamku dalam hati yang kebingungan karna senyuman
itu, tak hanya bingung, aku juga menjadi salah tingkah dibuatnya, apa yang
harus kuperbuat dengan senyuman itu? cuek atau senyum kembali? aaah aku
benar-benar menjadi salah tingkah. Aku benar-benar tak tau mengapa aku menjadi
seperti ini, aku tak pernah seperti ini sebelumnya, aku adalah orang tercuek
walaupun ada yang pernah sakit karnaku atau menyukaiku. Aku tak pernah salah
tingkah oleh sebuah senyuman. Tuhaaaan mengapa aku ini?. Hari pertama sekolah
disekolah ini lumayan, tapi aku masih terpikir pria tadi. Sebenarnya siapa dia?
mengapa dia melakukan ini padaku, aku tak pernah seperti ini sebelumnya. Aku
masih merasa sangat bersalah karna telah membentaknya, aku ingin sekali meminta
maaf padanya. Aku berniat untuk meminta maaf besok disekolah. Malam ini hatiku
tak tenang, aku benar-benar tak mengerti sebenarnya mengapa aku ini?
Pagi sekali aku telah pergi
kesekolah, setibanya di kursiku. Aku menemukan sesuatu di atas meja, ya itu
surat. Perlahan kubuka surat yang terbungkus oleh amplop merah jambu itu,
kubaca dalam hati.
To : Dinda
Assalamu’alaikum dinda.. Maaf ya
kemarin aku membuatmu marah. Aku hanya ingin berkenalan denganmu dan aku ingin
menjadi temanmu, tapi mungkin aku salah bicara padamu kemarin. Maafkan aku ya
cantik J
By : Romi
Dag,
Dig, Dug, Dor, Dung, Pak, Cessss.. Seperti itulah kira-kira perasaanku setelah
membaca surat dari Romi. Heh? Romi? Jadi
nama pria itu Romi? Di dalam surat ini dia bilang aku cantik? Aku cantik? Ya
Tuhan……… Aku merasa sangat senang. Tapi aku masih merasa bersalah, aku yang
salah ko malah dia yang minta maaf? Pokonya
aku harus cari dia, dan minta maaf atas kejadian kemarin! Pagi gini
disekolah masih sepi, aku saja sendiri dikelas, tapi jika surat ini ada sebelum
aku datang, pasti dia sudah ada sejak pagi sekali. Tapi kok tasnya tak disimpan
dikelas? Hmm, aku pergi ke kantin tapi tak kutemukan sosok pria tinggi yang
mempunyai hidung mancung itu. Kucari ke perpustakaan pun tak menemukannya, di
WC, ga ada juga. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kelas dan menunggu
sampai ia datang. Aku berjalan tunduk menuju ke kelas karena kecewa tak
menemukan orang yang telah membuatku seperti ini. “Dorrrr!!!! Hehe :D” tiba-tiba
aku terbelalak kaget ketika akan memasuki kelas, rasanya aku ingin marah karena
jantungku yang hampir copot. “Ish, kenapa
sih bisanya ngagetin doing?” kesalku dalam hati. Tapi aku ingat dengan
niatku semalam, bahwa aku akan meminta maaf padanya dan aku juga ingat dengan
surat merah jambu itu. Entah kenapa setiap aku ingat surat merah jambu itu aku
selalu ingin tersenyum.
“Hey!
Ngelamunin apa hayoooo???” Romi menepuk pundakku yang membuatku sadar dari
lamunan itu.
“Hah,
apa? Kenapa?” tanyaku kebingungan.
“itu
kamu ngelamunin apa sampe senyum-senyum sendiri? Ngelamunin aku yaa?? Hihi,
udah ah ga usah dilamunin. Jadi malu aku” ujarnya dengan rasa Percaya Diri.
Tiba-tiba
saja wajahku memerah ketika Romi berkata seperti itu, “Hah? GR banget sih!
Minggir aku mau lewat!” kataku dengan jutek menghalangi wajah yang memerah.
“Hey
cantik! Kau belum menjawab permintaan maaf dariku” ucapnya lagi.
Langkahku
terhenti, dan aku membalikan badanku. Lalu aku tersenyum padanya sambil berkata
“Dimaafin ko, maafin aku juga ya udah marah-marah ga jelas sama kamu” jawabku
dengan senyuman tulus diwajah.
“Subhanallah,
kau benar-benar cantik” ucapnya dalam lamunan, ketika melihat wajahku
tersenyum.
“Hah?
Kau bilang apa Rom?” tanyaku penasaran dengan apa yang ia ucapkan barusan.
“Oh, e e
e engga ko gak apa-apa hehe. Makasih ya udah mau maafin aku”
“Iya
sama-sama” jawabku lagi diiringi kembali dengan senyuman.
Hari ini aku tak bisa memperhatikan
pelajaran dengan serius, aku terus tersenyum karena aku selalu teringat dengan
surat merah jambu dan kejadian tadi pagi di depan kelas. Hingga akhirnya el
pulang berbunyi pun tak terdengar. Aku terus melamun, untung teman sebangkuku
mengingatkanku.
***
Sepertinya ia berbeda, semenjak
kejadian itu aku menjadi sahabat seorang Romi yang terkenal dengan ketampanan
dan kecerdasannya. Dikelas kami menjadi saingan, karena kami sama-sama ingin
menjadi yang terbaik. Kami selalu bersama-sama, ketika istirahat, pulang
sekolah, bahkan hendak kesekolah pun Romi selalu menjemputku kerumah, bahkan
Romi sering datang kerumahku untuk sekedar belajar bersama atau untuk
mengerjakan tugas. Orang lain menyangka kalau kita itu pacaran, tapi aku selalu
menyanggah anggapan seperti itu. Dan dengan hadirnya Romi dihidupku pun aku
mulai merasa kembali seperti Dinda dimasa kecil, karena aku kembali menjadi
seorang gadis yang periang, mudah tersenyum, dan sekarang aku menjadi seorang
aktifis muda disekolah baruku ini. Aku mengikuti banyak ekstrakulikuler yang
ada disekolah ini, dan karna banyaknya organisasi yang aku ikuti, aku mempunyai
banyak teman, hal yang tak pernah aku rasakan setelah menginjakkan kaki di SMP.
Semenjak perubahanku ini, keluargaku mulai kembali menatapku aneh. Mungkin
mereka bingung apa yang membuat aku kembali seperti seorang Dinda 3 tahun lalu,
Dinda yang selalu bangun sebelum adzan subuh berkmandang lalu membantu ibu
memasak, membereskan rumah, bahkan menyiram tanaman. Keluargaku senang dengan
kembalinya aku seperti dulu, mereka tak menyangka aku bisa kembali seperti semula.
Beberapa organisasi yang aku ikuti sangat
senang aku jalani, bahkan ada salah satu organisasi yang aku ikuti juga diikuti
oleh Romi yaitu ekstrakulikuler KIR (Karya Ilmiah Remaja). Setelah lama aku
menjalani hari-hariku dengan kesibukan disekolah aku tetap menjadi juara kelas.
Aku tetap mencoba mempertahankan prestasiku dibalik kesibukanku. Romi adalah
peringkat ke2 setelahku, ia memberiku selamat ketika kenaikan kelas. Aku senang
dengan hasil yang kudapatkan, karna aku bisa menunjukkan jati diriku yang
sebenarnya, dan aku bisa membuktikan bahwa dengan kepandaian memanaje waktu
atau membagi waktu. Sekarang aku menjadi kelas XI IPA 1 dan kalian tidak boleh
berpikir negative jika aku bilang bahwa aku sekelas lagi dengan Romi. Aku
senang sekali, aku merasa Romi adalah seseorang yang Tuhan kirim untuk
memberikan perubahan baik terhadapku.
Aku selalu aktif dalam organisasi
yang aku ikuti. Mengemukakan pendapat, menyanggah pendapat orang lain,
memberikan saran telah menjadi kebiasaanku. Mereka bilang bahwa aku adalah
wanita cantik dan cerdas, aku hanya tersenyum dan mengucapkan terimakasih
kepada mereka. Kini hidupku serasa lebih indah dan lebih bermakna, rasanya tak
ada waktuku yang terbuang sia-sia lagi. Oh iya, sekarang juga aku menjadi
sering shalat dan tak pernah meninggalkannya. Aku merasa sangat berdosa ketika
aku mengingat betapa bodohnya aku 3 tahun lalu tak pernah menjalankan
perintah-Mu. Aku menangis, aku berdo’a, dan aku mengucap syukurku pada-Mu karna
telah mengembalikanku kejalan-Mu.
Aku merasa sangat nyaman dengan
hidupku sekarang. Aku tak lagi merasa sendiri, aku mempunyai sahabat seperti
Romi, dan banyak teman yang peduli dan saying padaku. Aku juga merasa semakin
dekat dengan keluarga yang selama 3 tahun lalu aku diamkan mereka. Akupun teringat
dengan guru mengajiku ketika aku kecil, mungkin ini sebagian do’a yang ia
sampaikan pada Tuhan untukku. 4 tahun tak menjiarahi kuburan Ibu Rani guru
mengajiku, dan sekarang aku berniat untuk mengunjunginya. Aku datang ke kuburan
Almarhuman bersama Romi sembari berdo’a untuk beliau dan aku mengucapkan
terimakasih atas semua ilmu yang pernah beliau berikan kepadaku semasa
hidupnya. Setelah itu, aku pergi untuk pulang sambil tersenyum melihat tempat
peristirahatan beliau, karna aku yakin ia sedang tersenyum disana.
Untuk
hidupku kini aku ingin berterimakasih kepada keluarga dan teman-temanku yang
bisa mengertiku, untuk Romi yang telah membuatku berubah menjadi lebih baik,
untuk Bu Rani guru mengajiku yang telah memberikan banyak ilmunya dengan penuh
kesabaran, dan untuk Allah SWT yang telah memberiku orang-orang hebat seperti
mereka. J