Entri Populer

Selasa, 23 September 2014

Lihat mereka! Bagaimana dengan kita? (Cerita Inspiratif)

Sejak pagi buta mereka sudah berada di kamar mandi. Membersihkan badannya, bersiap-siap untuk mencari ilmu di tempat yang mereka sebut sekolah. Mereka belajar, menulis apa yang dijelaskan gurunya di buku tulis yang mereka bawa dengan pensil tumpul yang meronta meminta untuk diraut kembali, bermodalkan tas bekas yang mereka perbaiki dengan benang dan jarum yang mereka punya, buku dan pensilpun bisa dia bawa ke sekolah. Sepanjang hari tak pernah sekalipun mereka melewatkan senyumannya. Tak pernah.
***Bel pulang pun berbunyi yang menandakan kegiatan belajar telah usai. Mereka tidak langsung pulang kerumah untuk makan siang dan tidur siang seperti anak-anak seumurannya yang lain, lantas apa yang mereka kerjakan sepulang sekolah? Mereka mengganti baju seragam mereka dengan pakaian sehari-hari.
Kalian tau? apa yang ada di dalam tasnya selain buku tulis dan pensil? Iya ada lagi! Itu seperti segitiga, eh bukan bukan, itu kotak, mereka mengeluarkan sebuah kotak.
Kotak itu adalah mata pencaharian mereka. Dengan kesungguhan hati, mereka melakukan pekerjaannya dengan senyum keikhlasan. Ikhlas bahwa mereka tidak bisa makan sebelum mendapatkan uang, ikhlas merelakan waktu nya untuk tidak istirahat tidur siang seperti yang lain, ikhlas menerima bahwa hidup mereka memang keras, dilahirkan dari keluarga yang kurang berungtung dalam materi, dan mereka yakin bahwa mereka memang harus melakukan ini.
Miris, bahkan jika pulang pun mereka bisa mengerjakan PRnya. Tapi pilihan mereka adalah uang, mereka sadar tak bisa hidup tanpa uang. Pemikiran yang sebenarnya tidak cukup pantas dipikirkan oleh anak sekecil mereka.
Tapi apa? Mereka happy, mereka ga ngerasa kalo yang dikerjakannya itu beban, mereka tetep senyum walaupun ada yang tidak menginginkan jasanya. Bagaimana dengan kita yang hidup dengan serba ada, dan bisa sekolah dengan tanpa kesulitan? Bagaimana dengan kita yang jika ingin makan hanya tinggal pergi ke tempat makan dan mengeluarkan uang dari dompet tanpa perlu mengamen dan berjualan kerupuk sampai larut malam? Bagaimana dengan kita yang jika uang habis tinggal telepon orang tua meminta untuk dikirimkan uang? Sedangkan mereka? Mereka tangguh! Mereka pantang meminta! Mereka Kreatif! Mereka mandiri! Apalagi yang kurang dari mereka?

Jumat, 19 September 2014

Kalian Pikir Dirawat itu Enak? (Cardiomegali) part 1

Kalo masih ada orang yang mikir "Kayanya enak ya kalo sakit, apalagi sampe dirawat. Pasti banyak yang nengokin bawa makanan, duit" itu orang bego, dan orang bego itu aku sebelum ada sesuatu yang aneh di dada inih. Sampe suatu hari pas mau nginjek bulan Ramadhan tahun 2013 itu tiba-tiba ada yang gegedebugan didalam dada ini dan bagian perut atas kiri juga bengkak. Awalnya sih ga terlalu dihiraukan karna nyeri nya kaya biasa yang sering dirasain dari jaman SMP, tapi lama kelamaan daerah yang bengkak itu kerasa sakit, sakitnya beda dari biasanya. Akhirnya bilang deh ke mama, dan besoknya langsung pergi ke Dokter Umum, kata dokter "ini harus ke dokter dalam", Lari weh pake jurus sarebu bayangan akuteh sama mama ke dokter dalam. Ari sesampainya disana teh aku langsung diperiksa setelah ngantri lima jam tah di dokter bakat ku pinuh :( Eh selesai diperiksa kata dokternya harus di Rontgen. Udah weh akuteh di rontgen, kedeteksi deh kalo Jantungku Bengkak sama ada infeksi di Paru-Paru. Dokter pun nyuruh aku buat periksa ke dokter jantung yang ada di daerah tetangga karena di daerah aku mah ga ada dokter jantung.........

Senin, 15 September 2014

Haruskah Aku menjadi Gila (CERPEN)


Hembusan angin dipagi hari tak sesegar pemandangan depan rumahku, sebuah gubuk yang dihuni oleh keluarga kecil yang bahagia. Entahlah, aku melihatnya bahagia. Kutarik nafasku panjang-panjang berharap udara yang kuhirup dapat membuat perasaanku sedikit membaik. Baru saja kutarik nafasku aku mendengar suara piring pecah, hembusan nafaskupun serentak dengan rasa kagetku.
Mau kamu itu sebenarnya apa?”
“Masih bertanya seperti itu? Kamu itu bodoh atau apasih? Aku ingin cerai!!!”
Aku sudah terlalu sering mendengarkan perkataan itu, karena suara itu berada didalam rumahku. Ya, itu ibu dan ayahku mereka bertengkar lagi. Kali ini aku benar-benar sedang tak ingin menghiraukannya, bukan karena aku tak ingin keluargaku bahagia seperti keluarga depan rumahku, tapi aku sudah lelah melerai orangtuaku sendiri, ayaku keras juga egois dan ibuku tak mau mengalah.
Aku tak mungkin meninggalkan anak-anak
Anak-anak tetap denganku! Kau hidup sendiri saja dengan keegoisanmu!”
“Kamu bilang aku yang egois? Bukankah selama ini aku yang mengurus dan membesarkan mereka?”
“Tapi aku juga ikut mengurus mereka! Dan aku yang membiayai hidup mereka termasuk DIRIMU!”
Kali ini terdengar ibu berkata dengan nada tinggi, aku sudah tidak tau harus berbuat apa aku pikir mungkin memang perceraianlah jalan terbaik. Hidupku memang tak seindah mereka, pertengkaran orangtuaku menjadi konsumsiku setiap hari, aku pusing! Kadang-kadang aku berpikir untuk pergi jauh dari rumah yang sudah tidak bisa memberikan rasa nyaman dan tepat untuk berlindung, tapi betapa akan berdosanya aku jika melakukan itu. Lagipula jika aku bisa sabar, Allah pasti akan memberikan pahala yang begitu besar dan banyak padaku. Aku juga tak bisa meninggalkan adikku yang masih kecil dan kakakku yang sedang kuliah diluar kota.
v  Ya, aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku  sudah merasakan kepahitan keluarga lebih dulu sebelum aku lahir, dan tumbuh menjadi wanita yang cerdas sehingga mendapatkan beasiswa kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung, dan kini sudah semester lima. Aku sendiri sekarang duduk di kelas tiga SMA di SMA Favorit dikotaku, dan adikku masih kelas 4 SD.
Untung saja adikku sudah berangkat kesekolah sejak pagi. Aku tidak ingin adikku mendengarkan pertengkaran ayah dan ibunya setiap saat, aku tak ingin psikisnya terganggu. Cukup kakak dan aku yang boleh merasakannya, karena aku dan kakakku adalah perempuan jadi kita bisa dengan apik mengetahui mana saja yang harus kita rapikan dari semua yang terjadi dirumah ini, perkataan orangtua yang mana yang harus dihindari dan harus diambil, menyimpulkan yang terbaik dari setiap peristiwa yang terjadi apakah kita harus mendahulukan ibu atau ayah jika pertengkaran mereka sudah sangat parah. Sedangkan adikku laki-laki, cenderung hanya akan meniru apa yang dilihat dan didengarnya tanpa menggunakan perasaan, jadi aku dan kakakku sangat menjaga adikku karena kami takut dia tumbuh menjadi pria yang kasar dan egois seperti ayah. Maka dari itu aku selalu menutup telinga adikku dengan headset yang mengeluarkan music dengan volume tinggi jika ibu dan ayah sedang bertangkar.

Rasanya aku tak bisa menangis lagi karena air mataku sudah terlalu sering dikuras oleh kesalahan orangtuaku. Akupun tidak tahu persis ini semua kesalahan siapa. Bahkan aku juga tak pernah tahu kapan semua ini akan berakhir. Aku merasa aku adalah orang paling menderita sedunia, aku adalah orang yang tak pernah sekalipun merasakan bahagia. Hatiku selalu bertanya “kapan aku seberuntung mereka?” atau haruskah kutanya pertanyaan yang lebih kejam “kapan mereka sesengsara aku?”. Hahahahahahahhaha aku hanya bisa tertawa menikmati hidupku ini, bukan tertawa bahagia, akan tetapi tertawa saking merasa aku ini sudah gila! Bahkan aku ingin GILA sungguhan!!!!!